Solidaritas Badunsanak: Luka Kita Tak Menghalangi Cinta Kita untuk Saudara

Admin Biro Umum 15 Desember 2025 16:00:15 WIB 13 kali dibaca

Di tengah bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah bersama sang istri, Ketua TP PKK Sumbar Ny. Harneli Mahyeldi, tampil di garda terdepan menggerakkan aksi kemanusiaan bertajuk “Marandang untuk Sumatera”

Kepemimpinan yang Menguatkan

Gubernur Mahyeldi menegaskan bahwa semangat badunsanak (bersaudara) harus menjadi pegangan di tengah ujian. “Meski kita sendiri sedang berjuang menghadapi bencana, tangan kita tidak boleh berhenti merangkul saudara di Aceh dan Sumut. Luka mereka adalah luka kita juga,” ujarnya dalam kesempatan mendampingi proses memasak di Istana Gubernuran Padang.

Peran Ny. Harneli Mahyeldi

Sebagai Ketua TP PKK Sumbar, Ny. Harneli Mahyeldi memimpin langsung jalannya produksi rendang. Hingga pertengahan Desember 2025, 400 kilogram rendang siap saji telah berhasil dituntaskan dari target satu ton. Rendang dipilih karena tahan lama, bergizi, dan sarat makna budaya. “Rendang ini dimasak dengan doa, dibungkus dengan harapan, agar menjadi penguat raga dan penawar duka bagi saudara-saudara kita di pengungsian,” ungkap Harneli.

Simbol Kasih Sayang dan Ketangguhan

Rendang bukan sekadar makanan. Dalam aksi ini, ia menjadi simbol cinta, ketangguhan, dan solidaritas. Kehadiran gubernur dan istri di tengah masyarakat saat proses memasak memperlihatkan kepemimpinan yang tidak hanya administratif, tetapi juga emosional dan spiritual, menyatukan rakyat dalam semangat kepedulian.

Distribusi Bantuan

Rendang hasil produksi akan segera disalurkan ke titik-titik pengungsian di Sumbar, Aceh, dan Sumatera Utara. Dengan daya tahan yang lama, rendang menjadi pilihan tepat sebagai makanan darurat yang praktis sekaligus bernilai budaya.

Aksi “Marandang untuk Sumatera” menegaskan bahwa kepemimpinan Gubernur Mahyeldi dan Ny. Harneli Mahyeldi bukan hanya hadir dalam kebijakan, tetapi juga dalam aksi nyata. Di tengah luka bencana, mereka menunjukkan bahwa cinta dan kepedulian tidak pernah padam. Rendang yang dimasak dengan cinta ini menjadi simbol bahwa luka kita tak menghalangi cinta kita untuk saudara.